Pages

Ringkasan dan Unsur Intrinsik Novel Pergolakan karya Wildan Yatim

Novel ”Pergolakan” Karya Wildan Yatim
A. Ringkasan Cerita
     Gunung beringin adalah sebuah kampung yang terpencil. Bisa dikatakan tidak ada hubungan dengan dunia luar. Kemudian datang seorang guru sekolah dasar, Abdul Salam. Guru Salam adalah seorang yang aktif dalam gerakan Muhammadiyah. Di kampung itu, ia mendapatkan berbagai kegiatan yang dinilainya bertentangan dengan ajaran Islam yang murni. Tokoh yang menjadi imam di kampung itu, Haji Saleh telah membimbing warga ke jalan yang tidak lurus. Cara tahlil di kampung itu sudah keterlaluan, lebih mirip seperti orang kesurupan. Dalam shalat Jum’at, Khatib Amran membaca naskah dalam bahasa Arab seluruhnya. Itu pun sama sekali tidak ada manfaatnya bagi yang mendengarkan. Di kampung itu orang masih mengeramatkan pohon beringin, batu karang, orang atau bahkan menyembah imam.
     Segala usaha Guru Salam untuk mengadakan pembaruan dan pembangunan di kampung itu, fisik maupun mental mendapat hambatan dari kelompok Haji Saleh. Kelompok itu tidak menyukai Guru Salam. Namun, Guru Salam tidak berjuang sendirian. Ia didukung oleh sekelompok orang yang segera bisa memahami akal sehatnya. Ia sempat membangun sebuah surau untuk kegiatan keagamaan yang akhirnya dibakar oleh sekelompok orang yang berpihak kepada Haji Saleh. Guru Salam tidak memilih menanggapi sikap kolot yang dianggapnya musyrik, ia memilih pindah bersama sebagian penduduk kampung ke sebuah pemukiman baru. Pemukiman baru itu mereka beri nama Tinjau Laut. Di sana  cukup strategis karena dekat dengan pasar, sekolah serta keramaian dan peradaban modern.
     Di pemukiman baru pun Guru Salam mendapat konflik baru yang berkaitan dengan masalah politik yaitu pemberontakan PRRI yang meletus di Sumatra Barat. Konflik itu timbul dikarenakan sekelompok orang kampung itu sendiri yang memanfaatkan situasi tertekan tersebut. Kelompok yang mengikuti ideologi kiri berhasil mengendalikan kampung sehingga berbenturan dengan pandangan Guru Salam yang berlandaskan kehidupan rohani.
     Di sisi lain, Guru Salam yang sudah beristri tertarik kepada seorang gadis yang juga tertarik kepadanya. Ia bernama Aisah. Namun ia berusaha menahan diri untuk tidak menikahinya karena pengalaman yang tidak enak dengan mantan istri keduanya dulu. Hubungan itu terus berlangsung sampai ketika kaum kiri di bawah pimpinan Nurdin menguasai kampung. Guru Salam adalah musuh utama Nurdin yang akhirnya menikahi Aisah. Aisah tidak bahagia menjadi istri Nurdin. Ternyata lantaran Aisah lah hubungan antara kampung Tinjau Laut dengan Gunung Beringin menjadi baik. Setelah kematian Haji Saleh kampung tersebut dapat bersatu.

B. Unsur Intrinsik Novel
1. Tema    : Pembaruan
                               Pembaruan tidaklah selamanya mendapat tanggapan positif dari kalangan kolot. Oleh karena itu, kaum pembaru harus siap menghadapi pelbagai rintangan dan konflik.
2.  Alur    : alur lurus ( maju/linear)
                 Cerita diawali dari kehidupan kampung Gunung Beringin. Mereka  menganut agama Islam yang masih bercampur dengan hal-hal berbau syirik di bawah pengaruh imam kolot di kampung tersebut, Haji Saleh. Kemudian datang seorang guru sekolah dasar yang aktif dalam gerakan Muhammadiyah bernama Abdul Salam. Ia menentang segala kegiatan yang dianggap syirik dan mengadakan pembaruan dan pembangunan di kampung itu. Karena mendapat banyak hambatan dari penduduk kampung yang tidak menyukainya, kemudian Guru Salam dan sekelompok orang yang sadar atas ketidaksesuaian itu pindah dan mendirikan sebuah pemukiman baru bernama Tanjung laut. Kemudian muncul konflik baru yang berkaitan dengan masalah politik yaitu pemberontakan PRRI yang meletus di Sumatra Barat. Hal itu dapat diatasi oleh Guru Salam dan penduduk kampung. Cerita diakhiri dengan bersatunya kampung Gunung Beringin dengan Kampung Tanjung Laut. Di akhir cerita, mereka hidup damai dan sejahtera tanpa ada kegiatan-kegiatan yang berbau syirik.
3. Latar    :  a. Tempat
1. Kampung Gunung Beringin
Kutipan cerita :    “Ketika tiba di kampung Gunung Beringin tiga bulan berselang, penduduk betul-betul sudah pengap di bawah sungkupan kain sarung Haji Saleh yang menjadi imam mereka berpuluh-puluh tahun.”
2. Kampung Tinjau Laut
Kutipan cerita :    “ Oo ya,aku ingat. Guru betul! Boleh juga kita ambil nama itu. Karena kita ini semua berasal dari Mandailing juga. Tinjau Laut! Nama yang bagus! Bagaimana, Bakar? Bagamana kalau kita usulkan itulah nama kampung baru?”
3. Tanjung Aur
Kutipan cerita :    “ Di Tanjung Aur terjadi pergantian pemulih keamanan. Pasukan Diponegoro digantikan Mobrig, berkekuatan  sekompi. Waktu itu pula terjadi kesibukan dalam menampung turunnya pemberontak dari hutan.”
b. Waktu :        Cerita diambil saat terjadinya pemberontakan PRRI di Sumatra 
Barat sekitar tahun 1955.

c. Sosial kemasyarakatan : Pergolakan adalah sebuah novel yang dianggap sebagai sastra petuah. Tidak ada pergolakan batin tokohnya, yang ada pergolakan pada masyarakat sehubungan dengan masuknya gagasan baru ke suatu sistem yang sudah lama diyakininya. Sehingga berbagai cara untuk melakukan pembaruan pun mendapat berbagai hambatan dari pihak masyarakat yang tidak menyetujui akan gagasan baru tersebut.
Kutipan cerita 1 :                “ Habis, merasa tersindir terus dalam pengajian kita. Mak Haji pernah bilang Guru suka berkata tajam dan menyakitkan hati. Menyakitkan hati tentu bagi orang yang kena. Bagi kita sendiri merasa tepat pada sasaran.”
Kutipan cerita 2 :                 Memang, Guru melihat bahwa kehadirannya seperti “tukang hasut” dalam ajaran agama di kampung itu sudsh mendapat tantangan dari imam sendiri. Ia ingin dibinasakan dengan racun. Mengalahkah ia? Taklukkah ia? Larikah ia? Tidak! Malahan ini membuat dia gemas!
       4.  Sudut pandang       :  Sudut pandang orang ketiga
                                              Kutipan cerita :           Guru Salam menyimak terus. Agar yang bercakap tidak terganggu ia mencemplungkan kaki pelan- pelan pula membuka pakaian dan kain basahan, lalu mandi tanpa membuat ombak-ombakkan.    
5. Penokohan              :     Penokohan digambarkan secara langsung maupun tidak langsung.
a. Abdul Salam       :     Guru Salam adalah tokoh yang memiliki intelektual tinggi dan memiliki kemampuan untuk berpikir jernih. Ia pun seorang pemimpin arif yang mempunyai daya pikat luar biasa. Ia tidak hanya menghasilkan konsep-konsep yang cemerlang dalam khotbahnya di surau maupun dalam pengajian-pengajian, tetapi juga mampu melakukan kerja kasar seperti membuka kebun karet. Ia adalah tokoh yang berpegang teguh pada keyakinan agama, yang tetap tabah dari awal sampai akhir kisah.
Kutipan cerita    :           Ketika guru hadir tahlil untuk mendoakan seorang yang baru meninggal, ia takut kalau surau itu runtuh. Begitu hebat teriakan dan rentak yang tahlil ketika mengucapkan “La ilaha ilallah!” terus menerus. Melihat kejadian itu ia mengajak Malin momet, Zubir, Hasan, dan Jalil orang-orang yang biasa hadir sembahyang berjamaah di surau dan ramah terhadap guru, tak usah keterlaluan begitu mengadakan tahlil. Malahan tak disenangi Tuhan.”
b. Haji Saleh            : Seorang imam kampung yang kolot, tokoh yang selalu berakar pada tradisi kampung dan menghalalkan segala cara agar kekuasaanya tetap terjaga.
Kutipan cerita :  Sesungguhnya ia marah akan perbuatan itu. tapi mau berbuat apa? Lagipula ia jauh di rantau. Tentu ada yang benci akan kehadirannya di kampung itu.Yang benci itu mestilah pihak Haji Saleh atau keluarga kepala kampung.
c.  Malin momet      : Baik, pengikut guru Salam.
Kutipan cerita :  “Entah mereka pergi memenuhi anjuran guru itu, tapi Malin pernah mengusulkan kepada khatib Amran dan imam H. Saleh supaya guru salam diberi kesempatan sekali memberi khotbah.
d. Sutan Parlindungan :      Ketua kampung di Gunung Beringin yang juga baik kepada guru Salam.
Kutipan cerita :  Bagaimana guru, kalau kita makan di rumah saja? Sapa sutan.
“Lain kali sajalah, sutan.”
“Ah, marilah, guru.”
e. Mak Esah            : Perempuan setengah baya yang juga baik kepada guru Salam.
Kutipan cerita :    “Tak apa-apa, Esah, “kata guru, menghela nafas “untung kau cepat sadar, jiwaku selamat.”
f. Aisah                    : Gadis cantik, berkulit kuning anak Hindun dan Jalil.
Kutipan cerita    : “Aisah yang cantik, berkulit kuning seperti ayah-ibunya, muncul membawa hidangan. Tubuhnya kecil, tapi halus dan berisi.”
g. Hamidah             : Istri Guru salam. Perempuan yang baik dan setia pada suami.
Kutipan cerita    : Kau tak apa-apa? Kata Hamidah, menyisih.
                           “Alhamdulillah tak  apa. Midah sedang dimana waktu serangan?”
h. Yusuf                   : Seorang yang gemuk dan berkulit kuning bersih. Ia seorang yang baik dan selalu membantu Guru Salam.
Kutipan cerita :    “Guru tersentak, seorang laki berkopiah gemuk dan berkulit kuning bersih, berhenti di sampingnya, memandang ke sekeliling.
“Oh, kau Yusuf! “Guru bangkit, membuka topi, menyambut salam si tamu. “Hendak kemana ini?”

i.                                                                   Hindun         : Wanita baik ibu Aisah. Ikut dengan ajaran Islam yang     diberikan guru.
Kutipan cerita        : “Dengan berdirinya surau baru kaum bapak pun bisa mengadakan pengajian seperti kita sekali tiap minggu, ya kak Rabiah.”
j. Jalil                          : Baik dan selalu menghormati guru salam seseorang yang bertubuh kekar dan berkulit kuning.
Kutipan cerita        : “Ah, bukankah mau hujan, guru? Baik tunggu saja disini. Sudah teduh baru berangkat. Bukankah begitu, Bakar?”
k.  Nurdin                    : Salah seorang komunis yang selalu menteror penduduk. Ia mempunyai perilaku buruk.
Kutipan cerita        : “Telah beberapa kali dalam bulan ini anak buah Nurdin hilir mudik di sekitar rumah. Bawa pisau lagi “Nurdin sering membawa kawan-kawan dari Tanjung untuk bermain judi kerumah ayahnya, dan dibiarkan saja.”
l. Johan                       : Salah satu orang komunis.
Kutipan cerita        : “Johan sam[pai bilang: ”apakah guru tak percaya akan kemampuan OPR dan OKR selama ini untuk memelihara keamanan dan ketertiban?
m. Sulaiman               : Salah seoorang PKI, memiliki sifat jahat dan buruk.
Kutipan cerita        : “Sulaiman tertawa sengit, lalu menyuruh anak buahnya menyeret abangnya keluar. Siddik terus berteriak-teriak; suaranya ditelan angin malam lewat jendela kantor negeri yang terbuka: “kau durhaka, Leman! Kau juga, Bidin! Kalian terkutuk!”
6. Amanat                            :       a. Bertahanlah pada keyakinan yang dimiliki jika ingin tetap selamat menghadapi segala tantangan.
                                                     b. Pendidikan dan pengetahuan yang luas sangatlah penting kita miliki demi perbaikan taraf kehidupan kita.
                                                        c.  Perjuangan dan kesabaran menghadapi cobaan.


                                                    

    



0 komentar:

Posting Komentar